RSS Subscribe

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 02 Januari 2013

kesibukan mahasiswa keperawatan.




 FRAKTUR

a.       definisi
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).


II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
• Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
• Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
 Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
ü
 Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).
ü

IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
• Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
• Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
• Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
• Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
• Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
• Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
• Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
• Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
• Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
• Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).

V. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
 Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
-
 Mengetahui tempat dan type fraktur
-
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

VII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
- Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
 Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang
- terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
 Pembalutan (gips)
-
 Eksternal Fiksasi
-
 Internal Fiksasi
-
 Pemilihan Fraksi
-
3. Fraksi terbuka
 Pembedahan debridement dan irigrasi
-
 Imunisasi tetanus
-
 Terapi antibiotic prophylactic
-
 Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
-

MANAJEMEN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effend i, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
    0 = mandiri penuh
    1 = memerlukan alat Bantu.
    2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
    3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
    4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta.

Selasa, 01 Januari 2013

 

CA MAMAE


A. diagnosa medis
1. Defenisi
Carsinoma adalah massa jaringan abnormal dengan pertumbuhan berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan sel normal (Wills, 1995).
Ca mammae adalah sel mammae yang mengalami proliferasi dan diferensiasi abnormal serta tumbuh secara otonom, menyebabkan infiltrasi ke jaringan sekitar sambil merusak dan menyebar ke bagian tubuh lain.

2. Etiologi
Sebab-sebab keganasan pada mammae masih belum diketahui secara pasti (Price & Wilson, 1995: 1142), namun ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya Ca mammae, yaitu:
•    Mekanisme hormonal
Steroid endogen (estradiol & progesterone) apabila mengalami perubahan dalam lingkungan seluler dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan  bagi ca mammae (Smeltzer & Bare, 2002: 1589).
•    Virus
Invasi virus yang diduga ada pada air susu ibu menyebabkan adanya massa abnormal pada sel yang sedang mengalami proliferasi.
•    Genetik
-  Ca mammae yang bersifat herediter dapat terjadi karena adanya “linkage genetic”  autosomal dominan (Reeder, Martin, 1997).
- Penelitian tentang biomolekuler  kanker menyatakan delesi kromosom 17 mempunyai peranan penting untuk terjadinya transformasi malignan (Reeder, Martin, 1997).
-  mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 biasanya ditemukan pada klien dengan riwayat keluarga kanker mammae dan ovarium (Robbin & kumar, 1995) serta mutasi gen supresor tumor p 53 (Murray, 2002).
•    Defisiensi imun
Defesiensi imun terutama limfosit T  menyebabkan penurunan produksi interferon yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proliferasi sel dan jaringan kanker dan meningkatkan aktivitas antitumor .
Faktor resiko Ca mammae, terdiri dari: (Murray,2002)
1.    wanita
2.    Usia (resiko Ca mammae meningkat pada wanita yang berusia > 50 tahun)
3.    mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2; mutasi pada gen tumor p 53
4.    Riwayat pribadi ca mammae/kelainan mammae pada mammae sebelahnya
5.    riwayat keluarga, ibu atau saudara perempuan kandung (+) kanker
6.    Ras ( wanita kulit putih kebih beresiko dari wanita kulit hitam)
7.    Riwayat penyinaran/roentgen pada daerah dada pada wakut anak-anak atau remaja sebagai terapi untuk karsinoma yang lain
8.    Hasil biopsi mammae
-    hyperplasia atipikal
-    penyakit proliperatif mammae tanpa sel atipikal atauhiperplasia biasa
-    perubahan  fibrokistik tanpa perubahan proliferatif
9.    Nullipara
10.    Hamil pertama sesudah usia 30 tahun
11.    Menarche dini (usia  < 12 tahun)
12.    Menopause pada usia lanjut (. 30 tahun sesudah menarche)
13.    Penggunaan terapi hormone pengganti jika progesteron diresepkan.
14.    Gaya hidup, diet tinggi lemak  dan protein, rendah serat.
Asupan kalori yang berlebihan terutama yang berasal dari lemak binatang dan kebiasaan makan makanan yang kurang serat meninggikan resiko terhadap berbagai keganasan seperti kanker mammae dan kanker colon, namun hal tersebut belum terbukti ( Syamsuhidayat,R & Wim de jong,  1997: 165 )
Studi terbaru menunjukkan hubungan yang lemah atau tidak menyeluruh antara diet tinggi lemak dan Kanker  mamma  ( Smeltzer & Bare, 2002: 1590).
Smeltzer menambahkan kontrasepsi oral, alcohol, pengangkatan ovarium pada usia lebih dari 40tahun sebagai faktor resiko kanker  mammae
Tipe Kanker  mammae berdasarkan gambaran histopatologi
-    Karsinoma duktal menginflitrasi, adalah tipe histopatologi yang paling umum, merupakan 75 % dari semua jenis kanker payudara. Kanker ini sangat jelas karena keras saat palpasi. Kanker jenis ini biasanya bermetastasis ke nodus aksila. Prognosisnya lebih buruk disbanding dengan tipe kanker lainnya.
-    Karsinoma lobular menginfiltrasi, jarang terjadi, biasanya terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada mammae bila disbanding dengan tipe duktal menginfiltrasi. Tipe ini umumnya multisentris, dengan demikian dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah satu atau kedua mammae. Karsinoma duktal menginfiltrasi dan lobular menginfiltrasi  mempunyai keterlibatan nodus aksilar yang serupa, meskipun tempat metastasisnya berbeda. Karsinoma duktal biasanya menyebar ke tulang, paru, hepar dan otak, sementara lobular biasanya bermetastasis ke permukaan meningeal atau tempat-tempat yang tidaki lazim lainnya.
-    Karsinoma modular, (6 %)  tumbuh dalam kapsul, dapat menjadi besar tetapi meluas dengan lambat, sehingga progosis seringkali lebih baik.
-    Karsinoma musinus, (3 %)  penghasil lender, juga tumbuh dengan lambat.
-    Karsinoma duktal-tubular,(2%) jarang terjadi, karena metastasis aksilaris secara histology tidak lazim maka prognosisnya sangat baik.
-    Karsinoma inflamantori, tipe karsinoma mammae yang jarang(1-2 %) dan menimbulkan gejala-gejala yang berbeda dari karsinoma mammae yang lain. Tumor ini nyeri tekan dan sangat nyeri, mammae secara abnormal keras dan membesar. Kulit diatas tumor merah dan agak hitam. Sering terjadi edema dan retraksi papilla mammae. Gejala ini dengan cepat berkembang memburuk dan biasanya mendorong pasien mencari bantuan medis dibanding pasien lain dengan massa kecil pada mammae. Preparat kemotherapi berperan penting dalam pengendalian kemajuan penyakit ini disamping  radiasi dan pembedahan.
Klasifikasi penyebaran TNM
T
TX        : tumor primer tidak dapt ditentukan
TIS    : Karsinoma insitu dan penyakit Paget pada papilla tanpa teraba tumor
TO        : tidak ada bukti adanya tumor primer
T1        : tumor  < 2 cm
T2         : tumor 2-5 cm
T3        : tumor >5 cm
T4    : tumor dengaa penyebaran langsung ke dinding toraks atau ke kulit dengan
tanda  udem, tukak, peau d’ orange
N
NX     : kelenjer regional tidak dapat ditentukan
NO    : tidak teraba kelenjer aksila
N1    : teraba kelenjer aksila homolateral yang tidak melekat
N2    : teraba kelenjer aksila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat
pada jaringan sekitarnya
N3    : terdapat kelenjer mamaria internal homolateral
M
MX    : tidak dapat ditentukan metastasis jauh
MO    : tidak ada metastasis jauh
M1    : terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjer supraklavikular
Keterangan:
Lekukan pada kulit, retraksi papilla atau perubahan lain pada kulit kecuali    yang terdapat pada T4 bisa terdapat pada T1, T2, atau T3  tanpa mengubah klasifikasi.
Dinding thorak adalah iga, otot interkostal, dan m. seratus anterior tanpa otot pektoralis.

3. Patofisiologi
Kanker  mammae merupakan penyebab utama kematian pada wanita karena kanker (Maternity Nursing, 1997: 254). Penyebab pasti belum diketahui, namun ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana terjadinya keganasan pada mammae, yaitu:
o    Mekanisme hormonal, dimana perubahan keseimbangan hormone estrogen dan progesterone yang dihasilkan oleh ovarium mempengaruhi factor pertumbuhan sel mammae (Smeltzer & Bare, 2002: 1589). Dimana salah satu fungsi estrogen adalah merangasang pertumbuhan sel mammae .
Suatu penelitian menyatakan bahwa wanita yang diangkat ovariumnya pada usia muda lebih jarang ditemukan menderita karcinoma mammae, tetapi hal itu tidak membuktikan bahwa hormone estrogenlah yang, menyebabkan kanker  mammae pada manusia. Namun menarche dini dan menopause lambat ternyata disertai peninmgkatan resiko Kanker  mammae dan resiko kanker  mammae lebih tinggi pada wanita yang melahirkan anak pertama pada usia lebih dari 30 tahun.
o    Virus,  Invasi virus yang diduga ada pada air susu ibu menyebabkan adanya massa abnormal pada sel yang sedang mengalami proliferasi.
o    Genetik
-  Kanker  mammae yang bersifat herediter dapat terjadi karena adanya “linkage genetic”  autosomal dominan.
- Penelitian tentang biomolekuler  kanker menyatakan delesi kromosom 17     mempunyai peranan penting untuk terjadinya transformasi malignan.
-  mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 biasanya ditemukan pada klien dengan riwayat keluarga kanker mammae dan ovarium (Robbin & kumar, 1995) serta mutasi gen supresor tumor p 53 (Murray, 2002).
o    Defisiensi imun
Defesiensi imun terutama limfosit T  menyebabkan penurunan produksi interferon yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proliferasi sel dan jaringan kanker dan meningkatkan aktivitas antitumor .
Gangguan proliferasi tersebut akan menyebabkan timbulnya sel kanker pada jaringa epithelial dan paling sering pada system duktal. Mula-mula terjadi hyperplasia sel dengan perkembangan sel atipikal. Sel ini akan berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker butuh waktu 7 tahun untuk dapat tumbuh dari sebuah sel tunggal menjadi massa yang cukup besar untuk bias diraba. Invasi sel kanker yang mengenai jaringan yang peka terhadap sensasi nyeri akan menimbulkan rasa nyeri, seperti periosteum dan pelksus saraf. Benjolan yang tumbuh dapat pecah dan terjadi ulserasi pada kanker lanjut.
Pertumbuhan sel terjadi irregular dan bisa menyebar melalui saluran limfe dan melalui aliran darah. Dari saluran limfe akan sampai di  kelenjer limfe menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjer limfe regional. Disamping itu juga bisa menyebabkan edema limfatik dan kulit bercawak (peau d’ orange).  Penyebaran yang terjadi secara hematogen akan menyebabkan timbulnya metastasis pada jaringan  paru, pleura, otak tulang (terutama tulang tengkorak, vertebredan panggul)
Pada tahap terminal lanjut penderita umumnya menderita kehilangan progersif lemak tubuh dan badannya menjadi kurus disertai kelemahan yang sangat, anoreksia dan anemia. Simdrom yang melemahkan ini dinyatakan sebagai kakeksi kanker.

4. Manifestasi Klinis
Tanda dini
-    Benjolan tunggal tanpa yang agak keras dengan batas kurang jelas
-    Benjolan biasanya terjadi pada mammae sebelah kiri bagian kuadran lateral atas.
-    Kelainan mammogrfi tanpa kelainan pada palpasi
Tanda lama
-    Retraksi kulit / retraksi areola
-    Retraksi atau inversi putting
-    Pengecilan mammae ( pengerutan)
-    Pembesaran mammae
-    Kemerahan
-    Edema
-    Fiksasi pada kulit atau dinding thorak
Tanda akhir
-    Tukak
-    Kelenjer supraklavikula dapat diraba
-    Metastasis tulang, paru, hati, otak, pleura/tempat lain
Stadium Klinis Kanker  mammae
Tahap I terdiri atas tumor  yang kurang dari 2 cm, tidak mengenai nodus limfe, tidak terdeteksi adanya metastasis
Tahap II terdiri atas tumor yang lebih besar 2cm tetapi kurang dari 5 cm, dengan nodus limfe tidak terfiksasi positif atau negatif dan tidak terdeteksi adanya metastasis.
Tahap III terdiri dari tumor lebih besar dari 5 cm atau tumor dengan  sembarang ukuran yang menginvasi kulit atau dinding, dengan nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular dan tanpa bukti adanya metastasis jauh
Tahap IV terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran dengan nodus limfe normal atau kankreosa dan adanya metastasis jauh.
Metastasis Kanker  mammae
Letak    Gejala dan tanda utama
Otak
Pleura
Paru
Hati
Tulang
-    tengkorak
-    vertebre
-    iga
-    tulang panjang    Nyeri kepala, mual muntah, epilepsi, ataksia, paresis, parastesia
Efusi, sesak nafas
Biasanya tanpa gejala
Kadang-kadang tanpa gejala, massa, ikterus obstruksi
Nyeri, kadang tanpa keluhan
Kempaan sumsum tulang
Nyeri, patah tulang
Nyeri, patah tulang
Deteksi dan diagnosa Ca mammae
-    Pemeriksaan mammae  sendiri
-    Riwayat medis
-    Pemeriksaan fisik: visual dan palpasi
-    Mammagrafi
-    Aspirasi ajrum halus
-    Biopsi
Efek psikologis  kanker mamae
Pentingnya waktu yang tersedia sejak terdignosanya kanker mammae hingga mendapat pengobatan merupan waktu yang rentang terhadap stress pada beberapa wanita, adapun faktor – aktor yang mempngaruhi resiko terjadi stress emosional antara lain :
•    Rasa tidak percaya diri
•    Informasi yang tidak lengkap
•    Kesulitan dalam membuat keputusan
•    Ketidaksesuaian jadwal untuk konsultasi denghan para ahli
Terapi Medis
•    Pengobatan Lokal Ca Mammae terdiri dari :
-    Bedah kuratif
Bedah kuratif didasarkan pada stadium klinis Ca mammae, karakteristik histologik tumor, pertimbagan lain seperti umur dan status kesehatan
Bedah kuratif ini terdiri dari :
a.    Bedah radikal (Halsted)
b.    Bedah radikal yang diubah (Patey)
c.    Bedah konservatif meliputi eksisi luas, diseksi aksila dan penyinaran mammae
-    Bedah paliatif
-    Radioterapi
Radioterapi pada Kanker  Mammae biasanya digunakan pada terapi kuratif dengan mempertahankan mammae dan sebagai terapi tambahan atau terapi paliatif
•    Pengobatan sistemik Kanker  mamma
-    Kemoterapi
Merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran secara sistemik dan juga sebagai terapi ajuvan. Kemoterapi diberikan pada klien yang padanya ditemukan  metastasis disebuah atau beberapa kelenjer pada pemeriksaan histology pascabedah mastektomi. Tujuannya adalah untuk menghancurkan mikrometastasis didalam tubuh
-    Terapi hormonal
Indikasi pemberian terapi hormonal adalah bila penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan sebelum kemoterapi, karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua Kanker  Mammae peka terhadap terapi hormonal. Terapi estrogen Bloker diresepkan apabila pada tumor tersebut reseptor esrtogennya positif, artinya pertumbuhan tumor / karsinoma distimulasi oleh estrogen. Contoh estrogen bloker adalah Tamoxifen (Nolvadex), Raloxifene (Evista)
-    Imunoterapi
Trastuzumab (Herceptin), terapi antibody monoclonal pertama yang direkomendasikan untuk karsinoma mammae. Beberapa tumor menghasilkan protein HER-2 secara berlebihan. Transtuzumab menghambat efek protein merangsang pertumbuhan sel kanker.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
CA  MAMMAE
Pengkajian
1.    Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari: adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur mis, nyeri, ansietas, berkeringat malam, pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.
2.    Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah
3.    Integritas ego
Gejala : faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi sters (mis, merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/spritual), menyangkal diagnosis , perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah
4.    Eliminasi
Gejala : perubahan pola eliminasi mis : diare
Tanda  : perubahan pada bisisng usus, distensi abdomen
5.    Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk (mis: rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet) anoreksia, mual/ muntah. Intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan hebat, kakesia, berkurangnya masa otot
Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit: edema
6.    Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope
7.    Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dengan derajat bervariasi misalnya dengan ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (tidak dihubungkan dengan proses penyakit).
8.    Pernafasan
Gejala : merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan sseseorang merokok). Pemajanan abses.
9.    Keamanan
Gejala : pemajanan pada kimia, toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/berlebihan
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
10.    Seksualitas
Gejala : masalah seksual misalnya : dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan, nuli gravida, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini. Herpes genital.
11.    Interaksi sosial
Gejala : ketidak adekuatan/ kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasaan dirumah, dukungan atau bantuan). Masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran
Pemeriksaan Diagnostik
1.    Scan (mis, MRI, CT, gallium) dan ultrasound. Dilakukan untuk diagnostik, identifikasi metastatik dan evaluasi.
2.    biopsi : untuk mendiagnosis adanya BRCA1 dan BRCA2
3.    Penanda tumor
4.    Mammografi
5.    sinar X dada
6.

Diagnosa keperawatan
1.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan, mis; anoreksia
2.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
3.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan bedah jaringan
4.    Ansietas  berhubungan dengan  diagnosa, pengobatan, dan prognosanya .
5.    Kurang pengetahuan tentang Kanker  mammae berhubungan dengan kurang pemajanan informasi
6.    Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan bagian dan fungsi tubuh
7.    Potensial disfungsi seksual berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh, perubahan dalam citra diri

Perencanaan
Diagnosa keperawatan :
1.    Ansietas berhubungan dengan diagnosa kanker payudara,, pengobatan dan
prognosisnya.
Tujuan  : Penurunan stress emosional, ketakutan dan ansietas.
Intervensi    Rasionalisasi
●Mulai lakukan persiapan emosional paseien
dan pasangannya secepatnya setelah
diinforamsikan tentang diagnosa tentative
●Kaji pengalaman pribadi,dan pengetahuan
tentang kanker payudara, mekanisme koping
saat krisis, sistem pendukung dan perasaan
mengenai diagnosa.
●Informasikan klien tentang riset terakhir dan modalitas pengobatan terbaru mengenai kanker peyudara.
●Uraikan pengalaman  – pengalaman yang akan dialami klien dan dorong klien untuk mengajukan pertanyaan.
●Lengkapi klien dengan sumber – sumber yang tersedia untuk memfasilitasi penyembuhan.    ●Hal ini memberdayakan klien untuk mengarahkan respon koping
●Faktor-faktor yang sanghat mempengaruhi
prilaku dan kemempuan klien menghadapi
diagnosa, pembedahan, dan pengobatan tindak
lanjut. Jika klien mempunyai saudara atau teman
dekat yang meninggal akibat kanker payudara,
kemungkianan ia akan bwerespon secara berbeda
dari klien yang mempunyai teman yang selamat
dari kanker payudara dan mempunyai kualitas
hidup yang sangat baik.
●Pilihan yang meningkat dan perbaikanhasil secara statistik maupun secara kosmetiksangat mengurangi ketakutan dan meningkatkan penerimaan rencana pengobatan.
●Ketakutan dan ketidaktahuan menurun.
●Informasi tentang protestik baru, spesialisasi
rekonstuksi, dan sumber – sumber lainnya
menguatkan bahwa perhatian yang besartelah
diberikan pada meode pengobatan terbaru untuk
kanker payudara.
2.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan, mis; anoreksia
Tujuan : Penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai
laboratorium dan bebas tanda malnutrisi
Intervensi    Rasionalisasi
Mandiri
● Pantau masukan makanan setiap hari
● Ukur tinggi, berat badan dan kelipatan kulit
Trisep. Pastikan jumlah penurunan berat
badan saat ini. Timbang berat badan setiap
hari atau sesuai indikasi
● Dorong klien untuk dapat makan tinggi
kalori kaya nutrient, dengan masukan
cairan adekwat
● Kontrol factor-faktor lingkungan (mis; bau
tidak sedap atau kebisingan). Hindari
terlalu manis, berlemak atau makan pedas.
● Ciptakan suasana makan yang
menyenangkan. Dorong pasien untuk
berbagi makanan dengan keluarga
● Dorong penggunaan teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan imajinasi.
● Dorong komunikasi terbuka mengenai
masalah anoreksia

Kolaborasi
● Berikan obat-obat sesuai indikasi
● Rujuk pada ahli diet / tim pendukung nutrisi
● Mengidentifikasi kekuatan/defesiensi nutrisi
● Membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi
protein-kalori.
● Kebutuhan jaringan metabolic ditingkatkan
begitu juga cairan ( untuk menghilangkan
produk  sisa).
● Dapat menekan respon mual / muntah
● Membuat waktu makan lebih menyenangkan,
yang dapat meningkatkan masukan.
● Dapat mencegah awitan atau menurunkan
beratnya mual, anoreksia, dan memungkinkan
pasien meningkatkan masukan oral.
●Sering sebagai sumber distress emosi, khususnya
untuk orang terdekat yang menginginkan untuk
member makan pasien dengan sering. Bila
pasien menolak, orang terdekat dapat merasakan
ditolak/frustasi
● Mempercepat proses penyembuhan.
● Memberikan rencana diet khusus untuk
memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan
masalah berkenaan dengan malnutrisi
3.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
Tujuan : Klien dapat mengekspresikan penurunan nyeri / rasa ketidak nyamanan
Intervensi    Rasionalisasi
● Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi,
lamanya, intensitas (skala 0 – 10 )
perhatikan petunjuk verbal dan non verbal
● Diskusikan sensasi masih adanya payudara
Normal
● Bantu pasien menemukan posisi nyaman
●Berrikan tindakan kenyamanan dasar
(contoh ; perubahan posisi pada punggung
atau sisi yang tak sakit, pijatan punggung)
dan aktifasi terapeutik. Dorong ambulasi
dini dan penggunaan teknik relaksasi,
bimbingan imajinasi, sentuhan terapeutik
● Tekan / sokong dada saat latihan batuk/
nafas dalam.
● Berikan obat nyeri yang tepat pada jadwal
teratur sebelum nyeri berat dan sebelum
aktivitas di jadwalkan.
● Membantu dalam mengidentifikasi derajat
ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk /
keefektifan analgesic.
● Memberikan keyakinan bahwa sensasi bukan
imajinasi dan penghilangannya dapat dilakukan
● Peninggian lengan, ukuran baju, dan adanya
drain mempengaruhi kemampuan psien untuk
rileks dan tidur / istirahat secara efektif
● Meningkatkan relaksasi, membantu untuk
memfokuskan perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
● Memudahkan partisipasi pada aktivitas tanpa
timbul ketidak nyamanan.
● Mempertahankan tingkat kenyamanan dan memungkinkan pasien untuk latihan lengan dan untuk ambulasi tanpa nyeri yang menyertai upaya tersebut

IMPLEMENTASI
Setelah perawat melakukan pengkajian, penentuan diagnosa dan penyusunan intervensi perawat bisa langsung melaksanakan intervensi yang disusunnya dan didokumentasikan

EVALUASI
Untuk mengetahui apakah tujuan dan kriteria hasil yang kita inginkan sudah tercapai sehingga masalah yang ada dapat diatasi, dan menilai apakah implementasi yang kita lakukan sudah ideal, atau perlu menuju tahap lanjut.

nah ituu dia sekilas tentang asuhan keperawatan kanker payudara.
jangan lupa d like y gan..

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More