LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU
KASUS : TBC PARU
PROSES TERJADINYA MASALAH
TBC Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Sylvia A.
Price, 1995 ; 753). Penyakit TBC Paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusu, yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA).
Pada pasien dengan TBC Paru, tanda dan gejala yang timbul diantaaranya:
a. Gejala
umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.
b. Gejala
lain yang sering dijumpai, antara lain :
1). Dahak
bercampur darah
2). Batuk
darah
3). Sesak
napas dan nyeri dada
4). Badan
lemah
5). Nafsu
makan menurun
6). Berat
badan turun
7). Rasa
kurang enak badan
8). Berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan
9). Demam
meriang lebih dari sebulan
Patofisiologi
Basil Tuberculosa masuk ke alveolus dan menyebabkan
reaksi peradangan. Pada tempat tersebut tampak leukosit polimorfonuklear yang
memfagosit bakteria, namun tidak membunuh organisme tersebut. Limfosit akan
diganti oleh makrofag setelah beberapa hari. Makrofag mengadakan infiltrasi
yang lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid dasn fibroblas yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini terjadi dalam waktu 10 sampai 20
hari. Bagian tengah lesi akan mengalami rekrosis caseosa yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblas yang akan mnimbulkan respon antara lain membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel atau daeerah nekrosis dan akan mengalami pencairan dimana bahan cair
lepas kedalam bronkus. Sehingga bisa terjadi penumpukan cairan dalam bronkus
dan terjadi pola napas tidak efektif, bersihan jalan napas tidak efektif,
nutrisi kurang dari kebutuhan (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995 :
754).
Masalah keperawatan dan data yang perlu
dikaji
- Bersihan jalan napas tak efektif
Do :
·
Sekret kental/sekret darah
·
Frekuensi pernapasan, irama dan kedalaman tak
normal
·
Bunyi napas tidak normal
·
Stridor
·
Dispnea
Ds :
·
Klien mengatakan sulit untuk bernapas
- Nutrisi kurang dari kebutuhan
Ds :
·
Klien mengatakan tidak napsu makan
·
Klien mengatakan lemah
Do :
·
Kelemahan
·
Anoreksia
·
BB dibawah 10-20% ideal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
2. perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tupan : Setelah dilakukan
perawatan, bersihan jalan napas menjadi efektif.
Tupen : Setelah dilakukan
perawatan selama 1 x 24 jam sekret dapat dikeluarkan dengan kriteria :
·
Secara verbal klien mengatakan sesak napasnya
hilang
·
Sekret bisa dikeluarkan
·
Bunyi napas bersih
·
Tidak terdapat stridor
|
1.
Kaji fungsi pernapasan, bunyi napas, kecepatan dan
kedalaman pernapasan.
2.
Catat kemampuan klien untuk mengeluarkan sputum.
3.
Berikan posisi yang nyaman bagi klien.
4.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 cc.
5.
Bersihkan sekret dri mulut dan trakea.
|
1.
Penurunan pola napas dapat menunjukkan atelektasis,
ronki/mengi menunjukan adanya akumulasi sekret.
2.
Pengeluaran sekret akan sulit jika sekret kental.
3.
Posisi yang nyaman membantu memaksimalkan ekspansi
paru.
4.
Pemasukan cairan membantu untuk mengencerkan sekret.
5.
Mencegah obstruksi/aspirasi.
|
Tupan : Setelah dilakukan
perawatan selama 3 x 24 jam masukan nutrisi menjadi adequat.
Tupen : Setelah dilakukan
perawatan selama 2 x 24 jam nafsu makan klien mulai membaik dengan kriteria :
·
Secara verbal klien mengatakan mau makan
·
Klien tampak kuat dan segar
·
Klien menghabiskan minimal ½ porsi makanan
yang disediakan,
|
1.
Kaji status nutrisi klien, catat turgor kulit dan
derajat kekurangan berat badan.
2.
Awasi masukan dan pengeluaran serta berat badan
secara periodik
3.
Dorong makan sedikit tapi sering dengan makanan
tinggi protein dan karbohidrat.
4.
Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernapasan.
5.
Dorong dan berikan periode istirahat sering
|
1.
Berguna dalam mendefinisakan derajat/luasnya masalah
dan pilihan intervensi yang tepat
2.
Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
3.
Mamaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi
gaster.
4.
Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obay
untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
5.
Membantu menghembat energi khususnya bila kebutuhan
matabolik meningkat saat demam.
|
PENATALAKSANAAN MEDIS
Obat TBC Paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh
apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka
waktu pengobatan), maka kuman TBC Paru akan berkembang menjadi kuman kebal
obat. Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO untuk
menjamin kepatuhan penderita menelan obat.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu :
a.
Tahap intensif
Pada tahap ini penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila
tahap ini diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC Paru BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir
pengobatan intensif.
b.
Tahap lanjutan
Pada tahap ini penderita mendapat obat dalam jangka
waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk terjadinya kekambuhan.
WHO dan IUATLD (International
Union Againts Tuberculosis And Langs Disease) yang dikutip oleh Depkes RI
(2002), merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :
1).
Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk :
a).
Penderita baru TB paru BTA Positif
b).
Penderita baru TB paru BTA negatif, rontgen positif
yang “sakit berat”
c).
Penderita TB ekstra paru berat
Tabel Panduan OAT Kategori 1
Tahap
pengobatan
|
Rumus
|
Lamanya
pengobatan
|
Dosis
perhari/kali
|
Jumlah
hari/kali menelan obat
|
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
|
Tablet
Rifampisine
@ 450 mg
|
Tablet
Pyrazinamid
@500 mg
|
Tab.
Ethambutol
@ 250 mg
|
Tahap
intensif
(dosis
harian)
|
2 HRZE
|
2 bulan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
60
|
Tahap
lanjutan (dosis 3x seminggu)
|
4H3R3
|
4 bulan
|
2
|
1
|
-
|
-
|
54
|
Sumber : pedoman nasional
penanggulangan TB (Depkes RI, 2002 : 40)
2).
Kategori 2 (2HRZES/5H3R3E3)
Obat ini diberikan untuk :
a).
Penderita kambuh/relaps
b).
Penderita gagal/failure
c).
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after
default)
Tabel Panduan OAT Kategori 2
Tahap
pengobatan
|
Rumus
|
Lamanya
pengobatan
|
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
|
Tablet
Rifampisine
@ 450 mg
|
Tablet
Pyrazinamid
@500 mg
|
Ethambutol
|
Streptomisin
injeksi
|
Jumah
hari/kali menelan obat
|
@ 500 mg
|
@ 500 mg
|
Tahap
intensif
(dosis
harian)
|
2 HRZES
|
2 bulan
2 bulan
|
1
1
|
1
1
|
3
3
|
3
3
|
-
-
|
0.75 gr
-
|
60
30
|
Tahap
lanjutan (dosis 3x seminggu)
|
5H3R3E3
|
5 bulan
|
2
|
1
|
-
|
1
|
2
|
-
|
66
|
Sumber : pedoman nasional
penanggulangan TB (Depkes RI, 2002 : 40)
3).
Kategori 3 (3HRZ/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk :
a).
Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit
ringan
b).
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe,
pleuritis eksudariva unilateral, TBC kulit, TBC tulang, sendi dan kelenjar
adrenal.
Tabel Panduan OAT Kategori 3
Tahap
pengobatan
|
Rumus
|
Lamanya
pengobatan
|
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
|
Tablet
Rifampisine
@ 450 mg
|
Tablet
Pyrazinamid
@500 mg
|
Jumah
hari/kali menelan obat
|
Tahap
intensif
(dosis
harian)
|
2HRZ
|
2 bulan
|
1
|
1
|
3
|
60
|
Tahap
lanjutan (dosis 3x seminggu)
|
4H3R3
|
4 bulan
|
2
|
1
|
-
|
54
|
Sumber : pedoman nasional penanggulangan TB
(Depkes RI, 2002 : 41)
4).
OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan
kategori 1 atau kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Tabel Panduan OAT Sisipan
Tahap
pengobatan
|
Rumus
|
Lamanya
pengobatan
|
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
|
Tablet
Rifampisine
@ 450 mg
|
Tablet
Pyrazinamid
@500 mg
|
Tab.
Ethambutol
@ 250 mg
|
Jumah
hari/kali menelan obat
|
Tahap
intensif
(dosis
harian)
|
HRZE
|
I bulan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
30
|
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A, Price. 1995. Patofisiologi.
Jakarta. EGC
_________ 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan TBC. Jakarta. Depkes RI
STRATEGI PELAKSANAAN
A.
PROSES
KEPERAWATAN
1.
Kondisi
klien : Klien tampak
lemah dan batuk-batuk
2.
Diagnosa
keperawatan : Bersihan jalan napas
tidak efektif b.d penumpukan sekret
3.
Tujuan
khusus : Mengencerkan dahak dan membebaskan jalan napas
4.
Tindakan
keperawatan : Pemberian minum dan
posisi Fowler
B.
STRATEGI
KOMUNIKASI DALAM TINDAKAN KEPERAWATAN
1. fase
Orientasi
a. Salam
terapeutik
“Selamat pagi
pak/bu, perkenalkan nama saya Sigit, mahasiswa AKPER Kota Sukabumi, pagi ini
saya bertugas diruangan ini sampai pukul 14.00 WIB, nama bapak/ibu siapa?kalau
ada apa-apa boleh panggil saya”.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana
kondisi bapak/ibu hari ini?”
c. Kontrak
“Supaya dahak
bapak/ibu mudah dikeluarkan, sebaiknya bapak/ibu minum minimal 2500 cc/hari.
Sekarang saya akan membantu merubah posisi bapak/ibu biar lebih enak?kita akan
melakukannya ±
3 menit dan dilakukan disini”.
2. Fase
kerja
- Perawat mencuci tangan
- Pasien didudukkan, sandaran punggung diletakkan
diatas kasur dibagian kepala diatur setengah duduk dan bantal disusun
menurut kebutuhan.
- Pasien dibaringkan kembali dan pada bagian kaki
diberi penahan atau guling dibawah lutut agar tidak merosot.
- Pada tempat tidur khusus, langsung diatur setelah
duduk sesuai dengan kebutuhan dan dibawah lutut ditinggikan.
- Pasien dirapikah
- Mencuci tangan
3. Fase
terminasi
- Evaluasi respon klien terhadap tindakan
Subjektif “Bagaimana rasanya pak/bu setelah
dirubah posisinya?Apakah lebih baikan?”
Objektif Klien tidak terlalu terengah-engah dan
batuknya tidak terus menerus
- Tindak lanjut
“Baiklah pak/bu,
nanti kalau bapak/ibu merasa sesak lagi boleh posisinya dilakukan lagi seperti
ini”
- Kontrak yang akan datang